Deterjen Cair Laundry – Bagian 2

kimia laundry

Deterjen cair laundry Bagian 2 ini adalah lanjutan dari sebelumnya. Sebaiknya anda membaca bagian pertama dahulu sebelum meneruskan membaca. Bagian ini berisi tentang builder, thickener (pengental), optical bighteners (pencerah warna), enzyme, polymer, pewangi dan bahan tambahan lain yang memiliki fungsi khusus.

2. BUILDER

Adalah zat pembangun yang di formulasikan menjadi deterjen, terutama untuk menyerap kesadahan air serta untuk mendispersikan kotoran dan partikel tanah di air cucian. Builder yang umum di gunakan adalah natrium dan kalium dari golongan polifosfat, silikat, karbonat, aluminosilikat, dan sitrat.

Fungsi utama zat pembangun dalam proses detergensi adalah mengikat ion-ion dalam air sadah seperti ion Ca2+ dan Mg2+. Juga menjaga alkalinitas larutan pencuci, sebagai agen antiredeposisi dan pendispersi kotoran dan partikel tanah serta dalam beberapa kasus, sebagai penghambat korosi.

Dalam air sadah terdapat mineral, contohnya seperti ion Ca2+ dan Mg2+ dan ion ini tidak di kehendaki kehadirannya dalam air cucian, karena dapat bereaksi dengan surfaktan, sehingga kinerja surfaktan akan menurun, akibatnya cucian tidak bersih. Selanjutnya ion ini akan menempel di permukaan bahan, sehingga saat kering menyebabkan warna menjadi kusam. Sehingga di butuhkan Builder untuk mengatasai masalah ini.

2.1. Pemilihan Builder

Pemilihan Builder dalam formulasi sangat bergantung pada tiga kriteria utama yaitu kelarutan dalam air, bentuk fisik cairan dan efektivitas biaya bahan. Dari cara kerjanya, Builder di bagi atas tiga jenis, yaitu :

  1. Builder yang bersifat sequestering agents, yaitu bahan pembangun yang mengikat ion Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat dalam air cucian dan tetap mempertahankannya berada dalam larutan, tidak mengendap. Builder ini adalah natrium sitrat, poly karboksilat, boric acid dan phosfat.
  2. Builder yang bersifat Precipitation, yaitu builder yang mengikat mineral air, tetapi membentuk endapan di permukaan bahan atau endapan di bagian-bagian mesin cuci. Builder ini adalah Sodium carbonate (Soda Ash, Na2CO3) dan Sodium Silikat.
  3. Builder yang bersifat Ion exchange (pertukaran ion). adalah reaksi reversibel dari satu jenis ion yang ada dalam padatan yang tidak larut dengan muatan serupa, untuk melunakkan atau membuat air demineralisasi. Builder ini adalah Sodium aluminosilicate (zeolite).

Berikut adalah contoh pemakaian builder sesuai dengan aplikasinya.

AplikasiJenis Builder
Light-duty liquids
(Larutan untuk kerja ringan)
EDTA, sodium citrate
Heavy-duty liquids
(Larutan untuk kerja berat)
Sodium citrate,
sodium tripolyphosphate
Liquid automatic
dishwasher detergents
(Larutan pencucui piring automatis)
Pentasodium tripolyphosphate,
tetrasodium pyrophosphate,
sodium carbonate,
sodium silicate, sodium citrate
Shampoo dan conditionerCitric acid, EDTA,
polyphosphates
Liquid hand soap and body wash
(Sabun cuci tangan dan badan)
EDTA, sodium citrate
Specialty liquid household
surface cleaners
(Pembersih peralatan rumah tangga)
Sodium carbonate,
sodium sesquicarbonate,
sodium citrate,
EDTA
Sumber. MARTIN J. SCHICK, Liquid Detergent, Second Edition, Taylor & Francis Group, LLC, 2006

3. HIDROTOP

Pemahaman tentang hidrotrop sangat penting untuk formulasi produk. Hidrotrop adalah senyawa yang meningkatkan kelarutan surfaktan dalam air, terutama yang larutan yang mengandung zat pembangun atau alkalinitas tingkat tinggi. Hidrotop biasanya di masukkan ke dalam formulasi pada tingkat hingga 5%. Konsentrasi hidrotrop yang lebih tinggi umumnya mengarah ke cloud point yang lebih tinggi.

Tanpa hidrotrop, seringkali tidak mungkin untuk menyatukan antara surfaktan dan zat pembangun dan bahan lain dalam jumlah yang cukup ke dalam formulasi. Tanpa hidrotrop beberapa formulasi tidak akan stabil dan akan terpisah. Jenis yang paling umum adalah sodium xylene sulfonate (SXS), sodium cumene sulfonate (SCS), and sodium toluene sulfonate (STS).

Fungsi utama hidrotop ini adalah menstabilkan larutan, memodifikasi viskositas dan titik awan, membatasi pemisahan fase pada suhu rendah dan mengurangi busa. Meskipun bukan surfaktan, hidrotrop bersifat amfifilik zat yang terdiri dari gugus fungsional hidrofilik dan hidrofobik.

Pada bagian Hidrofobik nya terdiri dari molekul benzena tersubstitusi yaitu, metil ( toluene), dimetil ( xylene) atau methylethyl (cumene). Sedangkan pada bagian hidrofilik (segmen polar) adalah gugus sulfonat anionik di sertai dengan ion counter (yaitu, amonium, kalsium, kalium atau natrium).

3.1. Batas Maksimum Penggunaan Hidrotop

Menurut Human & Environmental Risk Assessment (HERA) dalam jurnal nya yang berjudul “ingredients of household cleaning products”, yang di terbitkan pada Edition 1.0, September 2005, menyebutkan bahwa hidrotop ini tidak bersifat karsiogenik dan tidak ada efek genotoxic in vitro or in vivo. Anjuran dari HERA maksimal penggunaan hidrotop adalah sebagai berikut:

  • Detergents rumah tangga termasuk deterjen bubuk, konsentrasi maksimal 0.66%
  • Deterjen cair laundry, konsentrasi maksimal 2%
  • Pelembut pakaian, konsentrasi maksimal 0.66%
  • Pemutih pakaian Laundry, konsentrasi maksimal 1%
  • Sabun cuci piring (hand dishwashing liquids), konsentrasi maksimum 3%
  • Sabun cuci piring automatis (machine dishwashing rinse aids), maksimum 11.9%
  • Pembersih permukaan keras dan kamar mandi, konsentrasi maksimal 6%
  • Pembersih semprot permukaan keras, maksimum konsentrasi 2%,
  • Pembersih toilet, konsentrasi masksimal 1.9%

Berikut adalah conto penggunaan hydrotop pada beberapa jenis aplikasi.

AplikasiHydrotop / Solvent
Light-duty liquidsSodium xylenesulfonate,
sodium cumenesulfonate
Heavy-duty liquidsSodium xylenesulfonate,
sodium cumenesulfonate
Pelembut PakaianEthanol, isopropanol,
polyethylene glycol
Specialty liquid household
surface cleaner
Glycol ether, ethanol,
isopropanol,
sodium xylenesulfonate,
sodium cumenesulfonate

4. ENZIM

Enzim telah menjadi komponen integral dari sebagian besar komposisi detergen cair karena memainkan peran yang semakin besar dalam menghilangkan noda.

Banyak kemajuan terbaru dalam teknologi enzim dan telah menghasilkan strain yang lebih efisien dan efektif. Kemampuan enzim ini untuk menargetkan kelas noda tertentu dapat memberikan fleksibilitas dalam hal pengembangan produk bagi konsumen dengan kebutuhan dan preferensi yang berbeda. Selain itu, enzim sangat efektif bila deterjen cair di gunakan sebagai prespotter.

Ada empat jenis enzim yang saat ini di gunakan dalam deterjen cair,yaitu: protease, lipase, selulase, dan amilase. Semua adalah protein dan berasal dari organisme hidup. Fungsi utama enzim ini adalah untuk mengkatalisasi hidrolisis molekul biologis besar menjadi unit yang lebih kecil yang lebih mudah larut dan selanjutnya hanyut dengan relatif mudah.

4.1. Kondisi Optimal Enzim

Kondisi optimal untuk fungsi dari enzim ini bergantung pada strain atau jenis individu. Umumnya, laju reaksi enzimatik ini meningkat dengan meningkatnya suhu dan biasanya optimal dalam kisaran pH optimum adalah pH 9-11.

  • Enzim Protease (0.6%), membantu menghilangkan noda makanan, darah, dan rumput. Enzim ini menghidrolisis atau memecah ikatan peptida yang di temukan dalam protein, menghasilkan pembentukan polipeptida dan asam amino yang lebih kecil dan lebih mudah larut.
  • Enzim amilase (0.5%), bekerja pada noda makanan dari jenis tepung, seperti nasi, saus spageti, dan saus. Enzim ini menghidrolisis ikatan 1-4glucosidic dalam pati, yang mengarah pada pembentukan molekul larut air yang lebih kecil.
  • Enzim Lipase (0.2%) bekerja menghidrolisis noda berminyak yang merupakan noda yang paling sulit di hilangkan. Komponen utama dari sebagian besar noda berminyak yang di temui di rumah tangga adalah trigliserida. Lipase mengkatalisasi hidrolisis sebagian besar ikatan C1 dan C3 dalam molekul trigliserida, menghasilkan asam lemak bebas dan digliserida yang dapat larut. Manfaat utama lipase adalah kemampuannya bekerja pada konsentrasi yang relatif rendah dan suhu yang rendah.
  • Enzim selulase (0.1%), memiliki peran penting pada perawatan kain, Pencucian berulang kali sering menyebabkan mikrofibril selulosa pada permukaan kain katun rusak, sehingga terlihat pudar dan usang. Enzim Selulase mampu menghidrolisis ikatan (1-4) sepanjang polimer selulosa, dan menghasilkan unit yang lebih kecil, sehingga dapat menutupi mikrofibil yang rusan dan hilang terbawa dalam air pencucian.

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap denaturasi enzim dalam deterjen heavy duty (HDLD). Antara lain kondisi air (water hardness), alkalinitas, pemutih, dan konsentrasi ion kalsium. Air dengan hardness tinggi dalam formulasi merupakan penyebab utama degradasi enzim. Proses ini akan di percepat dengan naiknya pH.

Sebagian besar enzim mencapai optimalnya pada kisaran pH 8-11. Bahan tambahan tertentu, terutama bahan pemutih, juga dapat memiliki efek merugikan yang besar pada stabilitas enzim. Sehingga pengaturan pH harus sangat di perhatikan jika menggunakan enzim dalam formulasi deterjen cair.

5. PENGHAMBAT TRANSFER WARNA (Dye Transfer Inhibittor)

Dye Transfer Inhibittor bisa juga di istilahkan dengan menghambat luntur (transfer warna) dari satu pakaian kepada pakaian lain. Pewarnaan lebih mungkin terjadi pada kain yang baru, belum di cuci atau jarang di cuci.

Kain yang memiliki ketahanan terhadap luntur juga bisa menimbulkan transfer warna selama pencucian yang terus menerus. Transfer pewarna dapat di picu oleh suhu air yang tinggi, waktu siklus yang lebih lama dan konsentrasi surfaktan yang jauh lebih tinggi dalam siklus pencucian. Untuk menghindari terjadinya pengendapan warna atau pewarna, bisa di tambahkan dye transfer inhibitor (DTI) ke dalam formulasi deterjen.

Dye Trasnfer Inhibittor yang umum di gunakan pada formula deterjen adalah PVP K-30, Chromabond S-100 (PVP dengan fungsi betaine), Chromabond S-400 (PVP dengan fungsi nitrogen oksida). PVP sangat efektif dengan pewarna biru dan tidak seefektif pewarna merah.

6. ANTI REDEPOSISI AGENT

Untuk mencegah agar kotoran yang telah di lepaskan tidak mengendap kembali selama pencucian. Anti Redeposisi agent yang umum di gunakan adalah Natrium karboksimetil selulosa (CMC), Polietilen glikol (PEG), Polivinil alkohol, Polivinil pirolidon.

Cara kerja anti redeposisi agent adalah meningkatkan muatan negatif pada permukaan kain, sehingga permukaan kain menolak kotoran dan partikel. Karena pada umumnya kotoran dan partikel tersebut bermuatan negatif.

6. DEFOAMER (ANTI FOAMING)

Defoamer berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi busa atau mencegah pembentukan busa lebih lanjut. Berikut adalah senyawa kimia yang bisa di jadikan defoamer.Anti foamer pada deterjen:

JenisSenyawa Kimia
CarboxylateFatty acids
Fatty acid esters
Soaps
PhosfatMonoalkylphosphoric acid esters
Dialkylphosphoric acid esters
Fluoroalkylphosphoric acid esters
NitrogenMelaminresins
Amides
Amines
Ureas
Hydro karbonMineral oils, -waxes
Paraffins
Synthetic oils, -waxes
Edible oils, -waxes
Natural waxes
Microcrystalline waxes
Silikon OrganikPolydialkylsiloxanes
Silicone resins
fluorinated alcohols and carbonic acids

7. FOAM STABILISER

Foam stabiliser bertujuan untuk mempertahankan performa busa tetap stabil dalam jangka waktu yang lama selama pemakaian produk. Biasanya di gunakan pada produk yang membutuhkan busa yag banyak seperti sabun cuci piring, body wash dan handwash.

AplikasiJenis bahann kimia
Light-duty liquidsFatty acid alkanolamides,
Alkyldimethylamine oxides
Shampoos and conditionersFatty acid alkanolamides,
amine oxides
Sabun cuci piring, cuci tangan
dan body wash
Fatty acid alkanolamides

Tentang Foam dan anti foam akan d ibahas lebih lanjut pada artikel khsusus.

8. BUFFER

PH basa dalam air cucian sangat membantu meningkatkan kemampuan pembersihan deterjen. Minyak atau kotoran berminyak dapat di hilangkan dari permukaan kain dengan proses saponifikasi pada pH tinggi.

Selain itu enzim mencapai tingkat kinerja optimal dalam kisaran pH 8-11. Contoh senyawa penyangga yang di gunakan dalam deterjen heavy duty (HDLD) meliputi karbonat, silikat cair, borat, dan amina seperti monoethanolamine (MEA) dan triethanolamine (TEA). Namun, dalam formulasi yang mengandung enzim, pengarturan pH harus di sesuaikan untuk mencegah pH produk melebihi tingkat yang dapat menyebabkan degradasi enzim.

9. THICKENER (PENGENTAL)

Formulasi deterjen akan kekurangan daya tariknya atau sifat fisik esensialnya jika larutan kelihatan encer seperti air. Secara umum, pembentukan viskositas di perlukan untuk meningkatkan estetika suatu formulasi dan memenuhi permintaan konsumen, yang sering menganggap konsep “lebih kental lebih baik”. Untuk itu di perlukan zat aditif untuk mengubah viskositas atau reologi larutan.

Viskositas larutan surfaktan biasanya tergantung pada ukuran misel surfaktan, konsentrasi surfaktan, jenis/rasio surfaktandigunakan, suhu, dan kepadatan muatan misel.

Bahan pengental (thickener) yang efisien biasanya akan digunakan <2% untuk mencapai viskositas yang baik. Usahakan saat merancang suatu formulasi gunakanlah bahan multifungsi yang dapat memberikan manfaat tambahan pada formulasi, dan menggunakan kombinasi bahan yang bekerja dengan mekanisme yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi dan viskositas. Manfaat potensial dari berbagai kelas pengental meliputi:

  1. Bentuk cairan, dapat di proses dengan kondisi dingin dengan pencampuran yang minimal.
  2. Memiliki kestabilan viskositas yang baik pada suhu tinggi dan rendah.
  3. Dapat melarutkan wewangian (fragrance)
  4. Memiliki sinergi yang baik dengan garam
  5. Dapat membantu meningkatkan busa
  6. Dapat meningkatkan sifat ramah terhadap kulit (non iritasi)
  7. Dapat menstabilkan dan mensuspensi partikel dalam larutan.

Beberapa jenis pengental yang biasa di gunakan dalam pembuatan deterjen

Pengental Organik

1. Pengental yang bersifat Non Assosiatif:

  1. Pengental Organik Alami (Natural Organic Thickener),
    • Nonionic: hydroxyethyl cellulose
    • Anionic: carboxymethyl cellulose
    • Polysaccharides: xanthan
    • alginates
  2. Pengental Sintetik (Synthetic Thickener)
    • Alkali swellables (contohnya, crosslinked acrylics)
    • Alkali solubles (contohnya., noncrosslinked acrylics)

Pendispersi polimer dari akrilat pada larutan air lebih di sukai dan paling banyak di gunakan karena kemudahan penggunaannya dan dapat sinergi ketika di kombinasikan dengan garam. Polimer akrilat juga sangat baik dalam menangguhkan partikel dalam formulasi sehingga bentuk homogen.

Beberapa contoh pengental polimer akrilat crosspolimer meliputi: Carbopol, PEG 7, Polyacrylate, Acrylates Copolymer dan Hydroxypropyl Methylcellulose.

2. Pengental yang bersifat Assosiatif:

  1. Dari bahan alami:
    • Nonionik: hydrophobically modified hydroxyethyl cellulose, (HMHEC)
  2. Dari bahan sintetik:
    • Nonionik: hydrophobically modified nonionic polyols, (HNP)
    • Anionik: hydrophobically modified alkali-soluble emulsions, (HASE)

Pengental Non Organik

Garam, (contohnya, sodium chloride, magnesium chloride).

Penambahan suhu akan menyebabkan viskositas garam menebal akan dan turun viskositasnya, kondisi ini dan tidak akan menstabilkan partikel tersuspensi. Menggunakan terlalu banyak garam (>2%) juga dapat memengaruhi kejernihan dan titik keruh formulasi

Clays (contohnya, bentonite, hectorite)

Bebebrapa jenis surfaktan juga bisa di jadikan sebagai bahan pengental dalam formula deterjen cair antara lain:

Polar Emollients/Low HLB Surfactants

Bahan dengan nilai HLB rendah seperti Laureth-3, Cocamide MEA dan lipid polar lainnya bekerja dengan baik melakukan pembentukan misel seperti batang. Misel ini fleksibel, struktur bercabang, yang memungkinkan terjerat dan secara dramatis meningkatkan viskositas. Contohnya seperti berikut:

  • Comperlan CMEA (Cocamide MEA) di produksi oleh BASF
  • Glyceryl Isostearate, Caprylic/Capric Glycerides di produksi oleh Global Seven
  • Glyceryl Caprylate/Caprate, di produksi oleh Stepan Chemical

Nonionic Ethoxylated Surfactants

Surfaktan etoksilasi nonionik bekerja dengan menghubungkan misel. Merupakan surfaktan dengan lebih dari 1 ekor hidrofobik lebih efisien dan dapat menempel pada banyak misel, yang menyebabkan peningkatan viskositas. Beberapa contoh nonionik ethoxylate surfactant adalah:

  • Decyltetradeceth
  • PEG-150 Polyglyceryl-2 Tristearate, Laureth-3, Dipropylene Glycol
  • Disteareth

Amphoterik Surfactants

Biasanya di sebut sebagai surfaktan sekunder, surfaktan amfoter dapat mendorong pembentukan misel seperti batang dengan mengurangi kepadatan / tolakan muatan misel. Surfaktan ini juga terkenal sebagai foam booster, dan bekerja secara sinergis dengan garam untuk membangun viskositas.

  • Cocamidopropyl Betaine
  • Sodium Cocoamphoacetate
  • Lauryl Betaine
  • Cetyl Betaine
  • Lauryl Hydroxysultaine

Anda bisa membeli online atau hubungi kami

Share this